Suara Sebagai Indikator Diabetes Tipe 2: Temuan Menarik dari Penelitian Terbaru
Diabetes tipe 2 merupakan salah satu penyakit yang banyak dialami oleh masyarakat di seluruh dunia. Menurut data, lebih dari 240 juta orang di seluruh dunia tidak menyadari bahwa mereka mengidap diabetes tipe 2. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa suara seseorang mungkin dapat mengungkapkan apakah mereka memiliki kondisi ini. Mari kita bahas lebih dalam tentang temuan menarik ini.
Penelitian yang Menggugah
Sebuah studi yang dipresentasikan pada pertemuan tahunan European Association for the Study of Diabetes (EASD) menunjukkan bahwa rekaman suara singkat yang diambil melalui ponsel, yang kemudian dianalisis menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI), dapat menjadi alat yang efektif untuk mendiagnosis diabetes. Penelitian ini melibatkan 607 orang dewasa, setengah dari mereka didiagnosis dengan diabetes dan setengahnya lagi tidak. Mereka diminta untuk merekam suara mereka saat membaca beberapa kalimat.
Hasil analisis menunjukkan bahwa model AI yang baru dikembangkan dapat mendeteksi diabetes dengan akurasi 66 persen pada wanita dan 71 persen pada pria. Meskipun hasil ini belum dipublikasikan dalam jurnal medis yang terpeer-review, hasilnya cukup menjanjikan.
Pola Suara yang Berbeda
Guy Fagherazzi, PhD, salah satu penulis studi dan direktur departemen kesehatan presisi di Luxembourg Institute of Health, menjelaskan bahwa orang dengan diabetes memiliki pola suara yang berbeda dibandingkan dengan orang yang tidak mengidap diabetes. Meskipun teknologi ini mungkin tidak akan cukup akurat untuk menggantikan tes darah, Fagherazzi percaya bahwa ini dapat menjadi solusi efisien untuk menyaring diabetes dan mengidentifikasi individu yang berisiko atau yang mungkin belum terdiagnosis.
“Setengah dari populasi dengan diabetes tidak menyadari kondisinya,” tambah Fagherazzi. Dengan deteksi yang lebih awal, kita berharap dapat mengurangi beban diabetes di seluruh dunia.
Analisis Karakteristik Suara
Dalam penelitian ini, suara peserta dianalisis dengan menggunakan dua teknik canggih. Teknik pertama menangkap hingga 6.000 karakteristik vokal yang mendetail, sedangkan teknik kedua, yang lebih kompleks, fokus pada sekitar 1.000 fitur kunci. Peneliti juga mempertimbangkan data kesehatan dasar seperti usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, dan status hipertensi.
Menariknya, model AI ini menunjukkan akurasi yang lebih baik pada wanita berusia 60 tahun ke atas dan pada orang dengan hipertensi. Fagherazzi menjelaskan bahwa wanita biasanya lebih mudah dibedakan menggunakan suara ketika ada masalah kesehatan, dan hipertensi juga dikenal mempengaruhi parameter suara.
Suara sebagai Sumber Deteksi Penyakit
Studi ini membangun dari penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa AI dapat digunakan untuk menyelidiki pola bicara guna mendeteksi diabetes tipe 2 dengan tingkat akurasi yang tinggi. Menurut Kevin Peterson, MD, MPH, wakil presiden perawatan primer di American Diabetes Association, AI dan pembelajaran mesin memiliki kemampuan untuk memberikan informasi baru tentang hubungan antara suara dan diabetes.
Saat ini, kuesioner dan tes darah masih menjadi standar untuk mendeteksi dan mendiagnosis diabetes. Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa deteksi melalui teknik AI memiliki 93 persen kesesuaian dengan skor risiko berbasis kuesioner dari American Diabetes Association, menunjukkan kinerja yang setara antara analisis suara dan alat penyaringan yang diterima secara luas.
Mengapa Diabetes Mempengaruhi Suara?
Fagherazzi dan rekan-rekannya mengemukakan bahwa beberapa faktor, seperti kadar gula darah yang tinggi secara kronis, kelelahan, refluks asam, kapasitas paru-paru yang lebih rendah, dan neuropati, dapat menjelaskan mengapa orang dengan diabetes memiliki karakteristik suara yang berbeda. Dr. Susan Spratt, seorang profesor kedokteran di Duke University School of Medicine, juga mencurigai bahwa diabetes dapat memengaruhi suara dalam beberapa cara.
“Diabetes dapat menyebabkan dehidrasi, yang dapat memengaruhi jaringan pita suara, serta jaringan yang melapisi mulut dan lidah,” kata Dr. Spratt. Ia berpendapat bahwa dehidrasi dapat membuat kata-kata terdengar lebih staccato atau "lengket". Selain itu, diabetes dapat memengaruhi saraf, termasuk yang terlibat dalam pendengaran, yang dapat berdampak pada cara seseorang berbicara.
Diagnosis Suara Belum Siap Digunakan Secara Luas
Meskipun temuan ini menjanjikan, Dr. Peterson mengingatkan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan sebelum tes suara dapat digunakan secara luas sebagai alat di kantor dokter. “Ini adalah studi yang menghasilkan hipotesis,” katanya. “Penting untuk menentukan apa dampak teknologi semacam itu pada populasi ‘nyata’ sebelum mempertimbangkan implementasi.”
Kesimpulan
Meskipun saat ini kita masih bergantung pada kuesioner dan tes darah untuk mendiagnosis diabetes, penelitian yang menunjukkan potensi penggunaan suara sebagai indikator diabetes memberikan harapan baru. Dengan lebih banyak penelitian yang dilakukan, kita mungkin dapat melihat metode diagnosis yang lebih inovatif dan non-invasif di masa depan.
Bagi masyarakat, penting untuk tetap waspada terhadap tanda-tanda diabetes dan menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin. Dengan kesadaran yang lebih tinggi, kita dapat membantu mengurangi jumlah orang yang tidak terdiagnosis dan mengatasi masalah diabetes di masyarakat kita. Suara kita mungkin tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga dapat memberikan informasi penting tentang kesehatan kita.